Memakai Produk Dalam Negeri!
Menyelematkan Indonesia Dari Krisis Global
Krisis Global sudah mulai terasa dan dirasakan khususnya di kalangan atas para pebisnis di Indonesia. Krisis AS itu terus menjalar seperti tangan-tangan gurita. Menengok asal muasal krisi global ini tidak bisa lepas dari Kebangkrutan perusahaan pembiayaan kredit perumahan New Century Finasial pada bulan Arpil 2007. Di susul kemudian dengan kolapnya perusahaan Sachsen Lnadesbank di Jerman yang juga disebabkan oleh investasi kredit perumahan. Pada tanggal 3 September 2007 lembaga keuangan Jermar, IKB, mengaku investasinya di suprime mortgage amblas hingga US$ 1 milyar. 17 Februari 2008 Ingris mensionalisasi Northem Rock. 27 Maret Bear Stearns kolap dan langsung di beli oleh JP Morgan Chase dengan jaminan pemerintah Amerika Serikat US$ 30 milyar. 5 September Fannie Mae dan Freddie Mac diambil alih pemerintah Amerika. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada tanggal 5 September 2008 Lehmans Brothers bangkrut. 16 September Fed suntik AIG, perusahaan yang menjadi salah satu sponsor Mancaster United itu menerima dana sebesar US$ 80 milyar. Masih di bulan September tepatnya tanggal 25 September Washington Mutual Kolaps dan lagi-lagi JP Morgan harus merogh kocek dalam-dalam guna membeli dan menyelematkannya. Pada tanggal 29 September Pemerintah Inggris mati-matian mengambil alih Bradford & Bingley. 30 September, ketika Indonesia memperingati pertiwa gerakan 30 September yang masih penuh misteri itu, Prancis, Belgia dan Lugsemburg harus bersatu padu untuk menyelamatkan Dexia. 3 Oktober Kongres Amerika meloloskan program talangan US$ 700 milyar, proposal yang diajukan Bush itu akhirnya disetujui setelah sebelumnya di tolak Kongres AS –di duga kongres enggang mengucurkan dana sebesar US$ 700 milyar karena Bush juga memiliki beberapa investasi di perusahaan yang bangkrut atau yang mendekati kolap-. Hippo Real Estate menrima kucuran dana sebesar US$ 68 milyar dari Pemerintah Jerman pad atanggal 6 Oktober untuk bisa bertahan. Lagi-lagi pemerintah Ingris menyiapkan dana sebesar US$ 87 milyar atau sekitar 50 Milyar Poundterling untuk mengamankan kerjaan pangeran Carles itu dari krisi yang lebih fatal. Di Indonesia bursa Efek terpaksan di hentikan dan dilibur paksakan sementara, pada 10 Oktober Sebelas Bank Sentral menurunkan suku bunga mereka.
Presiden bersama pemerintah dan swasta mengadakan pertemuan khusus guna menghindari krisis yang lebih parah. Langkah-langkah segera di ambil oleh perintah, diantaranya pemerintah membeli kembali saham yang anjlok –buy back-. Pada tanggal 8 Oktober pemerintah akan membuat Perpu guna menaikkan nilai maksimal simpanan yang di jamin –pada Maret 2007 s/d Oktober 2008 simpanan yang dijamin pemerintah maksimal Rp. 100 juta. Seriusnya pemerintah menghindari krisis di tunjukkan dengan menyaipak setidaknya 6 Strategi berlapis (Lihat Harian Kontan, Jumat, 10 Oktober 2008). Industri di Indonesia mulai terpukul olah dampak krisis. Perusahaan yang biasanya mengandalkan penjualan keluar negeri –ekspor- harus gigit jari ketika negara-negara tujuan –Eropa dan Amerika- menurun daya belinya. China, negara yang paling terkenal dengan produk murahnya siap mengalihkan produknya ke Indonesia karena pebisnis negeri Tirai Bambu itu mengetahui bahwa orang Indonesia hanya mementingkan harga di banding kualitas.
Salah satu solusi yang mungkin terlewatkan adalah bagaimana kita harus menasionalisasi secara paksa benak kita, menasionalisasi secara paksa kecintaan kita kepada Indoensia, dan memaksa secara paksa kecintaan dan daya konsumsi kita pada barang, benda dan atau jasa yang merupakan produk asli Indonesia. Ingat! Negara Indonesia bisa bertahan hingga kini setelah krisis tahun 1998 adalah di karenakan adanya Usaha Kelas Menengah, Home Industri dan Koperasi yang tidak membebani negara ketika krisis melanda. Penghasilan mereka tidak begitu besar, kerugian juga tidak begitu besar. Pas-pasan saja –mungkin itu kata yang tepat untuk usaha kecil menengah yang pada akhirnya mampu mengembalikan Indonesia dari krisis tahun 1998. Jadi, belilah, pakailah, konsumsilah produk barang dan jasa asli Indonesia jika anda ingin negara ini selamat dari badai krisis global yang mulai meresahkan. Cinta produk dalam negeri harus disertai dengan daya beli. Mencintai berarti memiliki.
Jika kita berjiwa bisnis, janganlah menjadi pebisnis yang latah seperti kebanyakan pelaku usaha di Indonesia, sesuatu yang terkadang popular tidak akan bertahan lama. Sebut saja mencuatnya Teenlet dan Ciklit membuat penerbit ramai-ramai menerbitkan novel remaja itu, dan kepopulerannya hanya bertahan 3 tahun saja. Novel Islami? Rame-rame bikin penerbitan Islam. Fudsal mulai di kenal, ramai-ramai bikin lapangan Futsal. Mari menengok asal muasal krisis di Amerika yang memicu krisi global. Pada tahun 2001, pengusaha properti atau mereka yang berinvestasi di bidang properti mendadak kaya dengan melonjaknya nilai property saat itu. Kemudian beramai-ramailah orang-orang Amerika beralih kepada Investasi Property. Bank dan lembaga keuangan beramai-ramai pula memberikan kredit lunak dengan bunga rendah dengan harapan semakin banyak orang yang meminjam uang untuk di gunakan Investasi di bidang property. Saking banyaknya orang yang berbisnis dalam bidang yang sama, maka pembelinya siapa? Sederhana saja jawabnya. Pembelinya tidak ada. Karena tidak ada yang membeli, mereka yang sebagai pelaku bisnis tidak bisa mengembalikan pinjaman dalam jangka waktu yang di tentukan. Lalu? Bank dan lembaga keuangan menyita aset yang ada. Bang dan lembaga keuangan hanya memiliki barang yang tidak laku, sementara investor lain ingin mencairkan uang tunai untuk kelancaran usahanya. Dan begitulah asal muasal krisis di AS yang segera menjalar seperti penyakit HIV, menular kemana saja, hampir keseluruh negara di dunia yang berhubungan langsung dengan AS. Budaya latah itulah yang membuat krisis menjadi semacam kangker ganas yang menghantui setiap negara di dunia ini.
Sekali lagi, belilah produk dalam negeri untuk menyelamatkan negara Indonesia dari krisis yang lebih parah. Krisi kepercayaan jangan di tambah lagi dengan krisi ekonomi. Karena ketika kedua krisi itu menjadi satu, sangat mudah sekali pihak-pihak yang tidak menginginkan Negara ini tetap ada akan menyulut dan memprofokasi masyarakat umum. Jika krisi ekonomi terjadi dan di tambah lagi kerusuhan dan aksi masa maka hancur sudah Republik ini. Maka, mencitai Indonesia apa adanya adalah sebuah kunci dasar yang harus kita miliki. Khusunya generasi muda seperti kita inilah yang harus mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Nasionalisme harus tetap lekat di hari walau secara jujur, Gueteres dalam acara Kick Andy mengatakan: ‘Sepertinya memang tidak pernah ada tempat untuk seorang nasionalis di Indonesia ini’. Tapi saya masih bergitu mencintai Indoensia apa sanya, dengan ke –Bhineka Tunggal Ika- anya. Merdeka Indoensia. Lahid di bumi pertiwi ini, mati juga di bumi pertiwi yang sama. Indonesia. (Yogyakarta 13 Oktober 2008: Endik Koeswoyo, menulis ini sambil mendengaran lagu dangdut, setelah makan tempe goreng, sambal terasi plus lalapan pete. Di kamar kost yang sempit dengan setumpuk buku dan koran yang berserakan di lantai.) Dipersilahkan dan diijinkan untuk memberikan kritik saran dan pendapat mengenai tulisan ini. Di ijinkan pula untuk mengkopy paste dan menyebarkan tulisan ini dengan menyebutkan sumbernya (http://endikkoeswoyo.blogspot.com) jika anda menganggap tulisan kecil ini bermanfaat untuk anda, untuk orang lain, alih-alih bermanfaat untuk Indonesia yang kita cintai ini.)
Posting Komentar untuk "Memakai Produk Dalam Negeri! Menyelematkan Indonesia Dari Krisis Global"
Terimakasih Sudah Bersedia Membaca, tuliskan komentar anda dan saya akan berkunjung ke blog anda...